Hari ini aku sangat senang, aku habis jalan- jalan dengan Deni, orang
yang aku sayangi. Hari- hariku terasa bahagia dengan kehadirannya. Oh
ya... aku adalah Nada, aku mempunyai saudara kembar bernama Nida. Wajah
kami tidak begitu mirip, karena kami tidak kembar identik. Aku dan Nida
tak dapat terpisahkan, dari kecil kami selalu bersama-sama, pakaian kami
selalu sama. Orang tuaku tidak pernah pilih kasih pada kami, tidak
membeda-bedakan kami berdua. Aku termasuk orang yang aktif dan ceria,
sedangkan kembaranku lebih pendiam.
*** Akhir-akhir ini aku sering merasakan sakit di
kepalaku.
Seperti hari ini, saat aku sedang menjelaskan di depan kelas, kepalaku
sangat sakit, tiba-tiba pandanganku buram dan gubrak.... aku pingsan.
Teman-teman dan guruku terkejut dan langsung membawaku ke UKS. Saat aku
sadar, Deni dan Nida sudah ada di sampingku.
“syukurlah, kamu sudah sadar” kata Deni.
“aku dimana? Kenapa aku disini?” aku bangkit sambil memegangi kepalaku yang masih sedikit sakit.
“tadi kamu pingsan Nad” kata Deni.
“iya Nad, tadi kamu pingsan saat menjelaskan di depan kelas” Nida menambahkan.
“aku ingat tadi aku menjelaskan di depan kelas, tapi aku tidak ingat lagi setelah itu”
“ya sudah, sekarang kamu istirahat saja” kata Deni.
“iya, Nad” Nisa menambahkan.
***
Karena akhir-akhir ini kepalaku sering sakit, aku memutuskan untuk
memeriksakannya ke rumah sakit. Tapi aku tidak memberitahu Nida apalagi
orang tuaku. Aku takut mereka mengkhawatirkanku.
“silakan duduk, nak Nada”
“terimakasih dok. Bagaimana hasilnya? Saya baik-baik saja bukan?”
“sebentar” dokter mengamati hasil pemeriksaanku.
“maaf nak Nada sepertinya saya harus memberitahukan ini langsung pada orang tua anda, karena ini sangat serius”
“memangnya kenapa dok? Sampaikan saja pada saya, nanti akan saya sampaikan pada orang tua saya”
“baiklah”
dokter menghela napas. “nak Nada anda harus tabah, anda terserang
penyakit kanker otak stadium akhir” jelas dokter. Aku sangat terkejut
mendengar penjelasan dokter. Seluruh badanku lemas. Aku belum bisa
berkata-kata.
“penyakit ini sangat sukar untuk di sembuhkan, apalagi sudah stadium akhir”
“bagaimana dengan saya dokter?”
“saya hanya bisa memberikan obat untuk memperlambat
perkembangan kanker itu, selebihnya kita serahkan pada Tuhan”
Aku menitikkan air mata. Kenyataan ini seperti mimpi.
***
Sekarang aku sering menyendiri dan diam. Ceriaku hilang setelah aku
tahu kenyataan ini. Tentu orang yang pertama kali menyadari perubahanku
adalah Nida.
“kamu kenapa Nad? Kok jadi diam begini.”
“aku nggak papa kok, cuman gak bersemangat aja”
“bener?”
“iya
Nid, kamu tenang aja” Hampir semua orang bertanya mengapa aku berubah.
Mereka heran tidak ada lagi Nada yang ceria, sekarang menjadi Nada yang
pendiam. Nida, orang tuaku, Deni dan semua teman-temanku mulai menyadari
perubahanku ini. Saat mereka menanyakan hal ini padaku, aku hanya
mencari-cari alasan yang masuk akal. Aku tahu, aku telah membohongi
mereka semua. Maafkan aku. Aku tahu lambat laun mereka mengetahui
penyakitku ini. Tapi sekarang aku belum siap memberitahu mereka, biarlah
aku menanggung penyakitku sendiri.
*** Sudah dua bulan aku menyembunyikan
penyakitku
ini. Aku semakin tersiksa. Aku semakin sering pusing, mimisan, dan
pingsan. Orang-orang di sekitarku semakin mencurigaiku, tapi aku masih
bisa menyimpan dengan rapat hal ini dari mereka. Sampai suatu saat
mama
ke kamarku dan ia melihatku sudah tergeletak di lantai dan darah keluar
ari hidungku. Orang tuaku segera membawaku ke rumah sakit terdekat. Aku
tek sadarkan diri beberapa hari. Dan saat aku dibawa ke rumah sakit,
orang tuaku bertanya tentang keadaanku pada dokter.
“sebenarnya ada apa dok dengan anak saya?” tanya papa.
“iya dok, mengapa seringkali Nada pingsan
dan mimisan?” tambah mama.
“maafkan
saya bu, saya baru bisa memberitahu bapak dan ibu sekarang” aku memang
meminta dokter untuk merahasiakan ini dari siapapun.
“Nada mengidap penyakit kanker otak stadium akhir”
Mamaku langsung menangis nendengar penjelasan dokter. Ia tidak percaya. Papa berusaha tabah. “bagaimana keadaannya sekarang?”
“kanker
otak itu semakin berkembang dan saya tidak bisa berbuat apa-apa lagi.
Kita hanya bisa berdo’a dan menyerahkan semuanya pada Tuhan saat ini”
Orang tuaku terdiam.
***
Sudah tiga hari aku tak sadarkan diri. Dan selama itu pula Nida dan
orang tuaku selalu menemaniku. Juga Deni. Walaupun aku tak sadarkan diri
tapi
seolah-olah aku dapat mendengar suara orang- orang yang menyayangiku.
“mengapa
kamu tidak memberitahukan ini padaku, Nad? Kasihan kamu, harus
menanggung penyakit ini seorang diri” suara Nida terdengar. Ia
menggenggam
tanganku. Setalah mendengar suara Nida, aku membuka mataku. Mereka sangat senang melihatku telah sadar.
“kamu
sudah sadar, Nad. Kamu sudah tiga hari tak sadarkan diri” kata Nida.
Aku tersenyum dan berkata “umurku tidak lama lagi Nid, aku titipkan Deni
padamu. Jaga dia baik-baik dan kamu Deni aku mohon sayangilah Nida
seperti kau menyayangiku, jagalah dia demi aku” ku satukan tangan
mereka. Deni tersenyum padaku.
“tapi Nad?” ucap Nida.
“sudahlah Nida, aku mohon penuhilah permintaan terakhirku ini.
Aku
tahu kau menyukainya. Aku ingin kau bahagia” aku memberikan senyum
terakhirku. Dan terdengarlah suara alat di sampingku, menandakan aku
telah tiada. Senyumku mengantarkanku pergi dari dunia ini.
“Nadaaa....” teriak Nida.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar